Gung Lawu Antara Pendakian dan Spiritualitas

Karanganyar, Jawa Tengah – Gunung Lawu semakin ramai didaki menjelang akhir pekan. Gunung yang menjulang setinggi 3.265 meter di atas permukaan laut ini memikat pendaki dengan jalur menantang, pemandangan spektakuler, sekaligus nuansa budaya yang melekat kuat di sekitarnya.
Pendaki Memadati Basecamp
Sejak sore hari, pendaki mulai memadati basecamp Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang. Mereka menyiapkan logistik, melakukan registrasi, dan memeriksa perlengkapan. Suasana ramai tercipta ketika rombongan pendaki berdiskusi, mengatur strategi, hingga sekadar menyeruput kopi untuk menghangatkan tubuh. Udara dingin lereng Lawu yang menusuk justru semakin membangkitkan semangat.
Petugas basecamp mengingatkan pendaki agar membawa perlengkapan standar seperti jaket tebal, headlamp, sarung tangan, serta bekal makanan. Relawan juga aktif memberi arahan tentang jalur dan mengingatkan pendaki agar selalu menjaga kebersihan gunung.
Jalur Menuju Puncak
Gunung Lawu memiliki tiga jalur resmi: Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, dan Candi Cetho.
-
Cemoro Sewu menjadi pilihan utama karena jalurnya paling cepat. Meski trek menanjak tajam, pendaki bisa mencapai puncak dalam waktu 6–7 jam. Pos pendakian yang tertata membantu mereka beristirahat dan mengatur ritme.
-
Cemoro Kandang lebih landai, tetapi jaraknya lebih panjang. Banyak pendaki memilih jalur ini untuk menikmati perjalanan yang tenang dengan pemandangan lebih luas.
-
Candi Cetho menghadirkan pengalaman berbeda. Pendaki melewati situs peninggalan Hindu dan suasana spiritual khas lereng barat Lawu. Jalur ini menantang, sehingga lebih sering dipilih oleh pendaki berpengalaman atau peziarah yang mencari ketenangan batin.
Di setiap jalur, pendaki saling menyapa, berbagi cerita, dan memberi semangat. Rasa kebersamaan tumbuh di antara mereka, meski berasal dari daerah yang berbeda.
Pesona di Puncak Hargo Dumilah
Pendaki biasanya tiba di puncak Hargo Dumilah pada dini hari. Suhu dingin yang bisa turun hingga 3–5 derajat Celsius membuat tubuh menggigil, tetapi rasa lelah terbayar lunas ketika cahaya pertama matahari muncul dari ufuk timur. Langit perlahan berubah warna, menyingkap hamparan awan putih dan menampilkan jajaran gunung di Jawa Timur hingga Jawa Tengah.
Puncak Lawu juga menghadirkan suasana unik berkat keberadaan Warung Mbok Yem, warung tertinggi di Indonesia. Banyak pendaki singgah untuk menikmati teh panas, kopi hitam, atau sepiring nasi pecel. Kehangatan Mbok Yem dan hidangan sederhana itu menjadi pengalaman tak terlupakan sebelum mereka kembali turun.
Tradisi dan Spiritualitas
Selain panorama alam, Lawu juga menyimpan nilai budaya yang kuat. Sejumlah pendaki memilih jalur Candi Cetho karena ingin menyusuri situs bersejarah peninggalan Hindu. Ada pula pendaki yang mendaki sambil berziarah ke petilasan-petilasan yang tersebar di lereng Lawu. Mereka menganggap Lawu bukan hanya gunung, melainkan juga ruang spiritual yang sarat makna.
Keselamatan dan Kelestarian
Meski jalurnya ramai, pendaki tetap harus menjaga keselamatan. Relawan mendirikan pos pantau untuk memantau kondisi jalur dan membantu pendaki yang kelelahan. Mereka juga mengajak pendaki membawa kembali sampah pribadi agar kelestarian Lawu tetap terjaga.
“Lawu itu rumah kita bersama. Kalau kita jaga, generasi berikutnya juga bisa menikmati keindahannya,” ujar salah satu relawan kepada para pendaki.
Magnet Pecinta Alam
Keindahan alam, beragam jalur pendakian, dan kekayaan budaya menjadikan Gunung Lawu magnet bagi pecinta alam dari seluruh Indonesia. Lawu tidak hanya memberikan pengalaman menaklukkan ketinggian, tetapi juga mempertemukan pendaki dengan sejarah, tradisi, dan keramahan masyarakat di sekitarnya.